Manusia diciptakan oleh Allah SWT mengemban misi penting untuk menjadi seorang khalifah di muka bumi ini. Pada awalnya Allah SWT menawarkan kepada makhluk-makhluknya untuk memimpin bumi ini, namun tidak ada satupun makhluk yang mampu untuk mengemban misi suci ini. Kemudian Allah SWT memutuskan untuk menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Hal ini menunjukkan betapa besarnya potensi manusia jika dibandingkan dengan makhluk Allah SWT yang lain.
Manusia dianugerahi akal dan bentuk yang sempurna jika dibandingkan dengan makhluk lain. Kelebihan manusia dari makhluk lain tersebut janganlah dijadikan sebagai cara pandang untuk membanggakan diri. Manusia sebaiknya sadar juga akan keterbatasannya untuk menjadi khalifah di bumi ini. Manusia membutuhkan proses regenerasi untuk memimpin bumi ini. Manusia dibatasi oleh umur dan kelak pada hari kemudian akan dimintai pertanggung jawabannya terhadap apa yang sudah dilakukannya di muka bumi ini. Proses regenerasi inilah yang yang dapat disebut juga sebagai proses perkaderan. HMI sebagai organisasi perkaderan memiliki tujuan yang berbunyi “Terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi, yang BernafaskanIslam, dan Bertanggung Jawab atas Terwujudnya Masyarakat Adil Makmur Yang Diridhoi Allah SWT”. Proses perkaderan pada HMI mengedepankan pada terbinanya mahasiswa Islam yang memiliki kualitas INSAN CITA. Almarhum Lafran Pane, ketika memberi sambutan pada Dies Natalis ke-22 HMI Cabang Yogyakarta di Gedung Seni Sono tanggal 5 Februari 1969, mengatakan bahwa yang membedakan HMI dengan organisasi lainnya adalah perkaderan, di mana kader yang dihasilkan HMI memiliki wawasan keislaman, keindonesiaan, dan kemahasiswaan dengan lima kualitas Insan Cita dan bersifat independent.
Menyimak kondisi yang sedemikian, HMI harus tetap mengambil peran sebagai organisasi perkaderan. Sebagai organisasi yang memfungsikan diri sebagai organisasi kader, maka setiap gerak langkah organisasi harus dilaksanakan dalam rangka memberdayakan para anggotanya yang secara mutlak menjadi bagian yang harus dikader. Untuk menegaskan pemahaman kader HMI, diperlukan pemjelasan internal organisasi yang mendalam. Dengan demikian, secara jabatan organsisasi, orang yang dipercaya sebagai pengurus dalam level manapun (komisariat, korkom, cabang, badko, maupun pengurus besar) harus dapat memainkan peran ini. Pola perekrutan kader dilakukan dengan mengutamakan kualitas tanpa mengesampingkan kuantitas. Prioritas perekrutan kader dilakukan di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan sederajat.
Perkaderan HMI pada masa sekarang bukannya lancar tanpa masalah apapun. Masalah-masalah tersebut secara optimis dipandang sebagai tantangan perkaderan. Tantangan-tantangan tersebut berasal dari internal maupun eksternal organisasi. Bahkan terkadang tantangan-tantangan tersebut muncul secara bersamaan. Sehingga dibutuhkan kematangan mental dan fisik untuk menyelesaikan tantangan-tantangan tersebut. Melihat perkembangan perkaderan pada level komisariat, saat ini perkaderan HMI juga mengalami beberapa kendala,slah satunya adalah prematurnya usia kader yang masuk menjadi pengurus. Sehingga yang terjadi adalah para pengurus komisariat belum matang untuk melakukan kemampuan manajerial komisariat. Hal ini disebabkan karena perkaderan pada tiap komisariat sangat menurun. Terkadang tiap angkatan, komisariat kurang berhasil jika dilihat secara kuantitas. Mahasiswa banyak yang terjebak pada budaya hedonisme yakni sebuah budaya dimana menempatkan faktor kesenangan dan kenikmatan materi sebagai hal yang utama. Mahasiswa menjadi tidak terlatih dalam menghadapi permasalahan-permasalahan umat. Menurut Gramsci : kaum-kaum terdidik (mahasiswa) seharusnya didorong untuk menjadi kaum intelektual. Kaum-kaum yang sadar akan posisinya di dalam kerangka struktur kemasyarakatan. Kaum terdidik yang mampu memberikan kontribusi positif dalam masyarakat. Kontribusi positif tersebut tidak selalu ditunjukkan dengan sikap menantang terhadap pemerintah. Walaupun pada kenyataannya banyak kebijakan pemerintah yang tidak pro dengan rakyat.
Perkaderan dalam HMI belum bisa menyentuh ranah sosial kemasyarakatan. Kader-kader HMI masih banyak yang sibuk untuk mengurusi internal organisasi, sehingga ranah pengabdian kepada masyarakat belum tergarap dengan baik. Sehingga yang kita saksikan, para kader HMI agak sulit membaur dan bergaul dengan masyarakat sekitarnya. Gejala ini sebetulnya terkait dengan corak perkaderan yang diterapkan. Corak perkaderan yang diterapkan selama ini lebih menonjolkan pola kontra kultur yang sedang berlangsung di tengah-tengah masyarakat.
Perkaderan dalam HMI sebaiknya dapat menempatkan kader-kader untuk mengaktualisasikan potensi masing-masing. Sehingga para kader tidak lari kesana-kemari (konsentrasi di HMI). Menurut Maslow : dalam Hierarchical needs-nya kebutuhan akan aktualisasi diri menempati posisi teratas dalam kebutuhan manusia. Kebutuhan dicapai secara bertahap. Dimulai kebutuhan fisiologis sampai dengan kebutuhan akan harga diri. Salah satu kebutuhan akan tercapai jika kebutuhan sebelumnya terpenuhi. Salah satu tantangan pada perkaderan saat ini adalah bagaimana kader mengaktualisasikan potensinya di HMI. Empat kebutuhan awal yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan perasaan memiliki dan kebutuhan akan harga diri biasanya sudah dimiliki oleh kader pada zaman sekarang ini. Empat kebutuhan awal tersebut didapatkan pada saat dalam pendidikan keluarga. Kebutuhan aktualisasi kader akan tercapai jika dalam proses perkaderannya kader merasa teroptimalkan potensi dirinya
Kebesaran sebuah organisasi dimulai dari kesadaran seluruh anggotanya secara internal. Kesadaran untuk membesarkan organisasinya menjadi energi yang pertama dan utama yang harus dimiliki seluruh anggota. Adalah sangat mustahil untuk membesarkan organisasi jika kesadaran anggota sangat minim. Pembinaan internalisasi organisasi merupakan bagian terdepan yang menjadi perhatian penting. Pembinaan yang dilakuan berdasarkan pada konstitusi organisasi yang bersangkutan. Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Pedoman Pokok Organisasi, dan Pedoman Perkaderan HMI merupakan sebagian kecil panduan yang menjadi rambu acuan organisasi. Hanya dengan tetap berpegang teguh dan mengimplementasikannya, roda organisasi dapat berjalan dengan baik, lancar, dan berkesinambungan. Itulah yang semestinya dilaksanakan seluruh aktivis HMI.
Tuntutan akademis di bangku perkuliahan merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi kader HMI. Bagaimana caranya kader HMI dapat menyeimbangakan antara tuntutan organisasi dan tuntutan akademis. Hal ini sudah tentu akan mengganggu jalannya roda organisasi. Sungguh miris sekali apabila karena terlalu aktif dalam kegiatan HMI sehingga menyebabkan seorang mahasiswa sampai tidak lulus kuliah. Poin penting perkaderan dalam HMI adalah bagaimana seorang kader dapat melakukan perkaderan yang dimulai dari diri sendiri. Dibutuhkan kesadaran individu agar internalisasi nilai-nilai HMI dapat masuk meresap ke dalam jiwa tiap individu kader HMI. Dari hal inilah sebenarnya proses perkaderan dimulai. Perkaderan dimulai dari pribadi individu, kemudian baru menyebar ke orang lain dan masyarakat luas. Itulah tantangan-tantangan yang harus dihadapi dalam proses perkaderan di HMI. Hanya dengan meningkatkan kualitas kader HMI, maka HMI dapat mengambil peran positif dalam pembangunan nasional menuju tatanan masyarakat yang diridhoi Alloh SWT melalui pembentukan mahasiswa Islam yang berkualitas INSAN CITA.
Manusia dianugerahi akal dan bentuk yang sempurna jika dibandingkan dengan makhluk lain. Kelebihan manusia dari makhluk lain tersebut janganlah dijadikan sebagai cara pandang untuk membanggakan diri. Manusia sebaiknya sadar juga akan keterbatasannya untuk menjadi khalifah di bumi ini. Manusia membutuhkan proses regenerasi untuk memimpin bumi ini. Manusia dibatasi oleh umur dan kelak pada hari kemudian akan dimintai pertanggung jawabannya terhadap apa yang sudah dilakukannya di muka bumi ini. Proses regenerasi inilah yang yang dapat disebut juga sebagai proses perkaderan. HMI sebagai organisasi perkaderan memiliki tujuan yang berbunyi “Terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi, yang BernafaskanIslam, dan Bertanggung Jawab atas Terwujudnya Masyarakat Adil Makmur Yang Diridhoi Allah SWT”. Proses perkaderan pada HMI mengedepankan pada terbinanya mahasiswa Islam yang memiliki kualitas INSAN CITA. Almarhum Lafran Pane, ketika memberi sambutan pada Dies Natalis ke-22 HMI Cabang Yogyakarta di Gedung Seni Sono tanggal 5 Februari 1969, mengatakan bahwa yang membedakan HMI dengan organisasi lainnya adalah perkaderan, di mana kader yang dihasilkan HMI memiliki wawasan keislaman, keindonesiaan, dan kemahasiswaan dengan lima kualitas Insan Cita dan bersifat independent.
Menyimak kondisi yang sedemikian, HMI harus tetap mengambil peran sebagai organisasi perkaderan. Sebagai organisasi yang memfungsikan diri sebagai organisasi kader, maka setiap gerak langkah organisasi harus dilaksanakan dalam rangka memberdayakan para anggotanya yang secara mutlak menjadi bagian yang harus dikader. Untuk menegaskan pemahaman kader HMI, diperlukan pemjelasan internal organisasi yang mendalam. Dengan demikian, secara jabatan organsisasi, orang yang dipercaya sebagai pengurus dalam level manapun (komisariat, korkom, cabang, badko, maupun pengurus besar) harus dapat memainkan peran ini. Pola perekrutan kader dilakukan dengan mengutamakan kualitas tanpa mengesampingkan kuantitas. Prioritas perekrutan kader dilakukan di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan sederajat.
Perkaderan HMI pada masa sekarang bukannya lancar tanpa masalah apapun. Masalah-masalah tersebut secara optimis dipandang sebagai tantangan perkaderan. Tantangan-tantangan tersebut berasal dari internal maupun eksternal organisasi. Bahkan terkadang tantangan-tantangan tersebut muncul secara bersamaan. Sehingga dibutuhkan kematangan mental dan fisik untuk menyelesaikan tantangan-tantangan tersebut. Melihat perkembangan perkaderan pada level komisariat, saat ini perkaderan HMI juga mengalami beberapa kendala,slah satunya adalah prematurnya usia kader yang masuk menjadi pengurus. Sehingga yang terjadi adalah para pengurus komisariat belum matang untuk melakukan kemampuan manajerial komisariat. Hal ini disebabkan karena perkaderan pada tiap komisariat sangat menurun. Terkadang tiap angkatan, komisariat kurang berhasil jika dilihat secara kuantitas. Mahasiswa banyak yang terjebak pada budaya hedonisme yakni sebuah budaya dimana menempatkan faktor kesenangan dan kenikmatan materi sebagai hal yang utama. Mahasiswa menjadi tidak terlatih dalam menghadapi permasalahan-permasalahan umat. Menurut Gramsci : kaum-kaum terdidik (mahasiswa) seharusnya didorong untuk menjadi kaum intelektual. Kaum-kaum yang sadar akan posisinya di dalam kerangka struktur kemasyarakatan. Kaum terdidik yang mampu memberikan kontribusi positif dalam masyarakat. Kontribusi positif tersebut tidak selalu ditunjukkan dengan sikap menantang terhadap pemerintah. Walaupun pada kenyataannya banyak kebijakan pemerintah yang tidak pro dengan rakyat.
Perkaderan dalam HMI belum bisa menyentuh ranah sosial kemasyarakatan. Kader-kader HMI masih banyak yang sibuk untuk mengurusi internal organisasi, sehingga ranah pengabdian kepada masyarakat belum tergarap dengan baik. Sehingga yang kita saksikan, para kader HMI agak sulit membaur dan bergaul dengan masyarakat sekitarnya. Gejala ini sebetulnya terkait dengan corak perkaderan yang diterapkan. Corak perkaderan yang diterapkan selama ini lebih menonjolkan pola kontra kultur yang sedang berlangsung di tengah-tengah masyarakat.
Perkaderan dalam HMI sebaiknya dapat menempatkan kader-kader untuk mengaktualisasikan potensi masing-masing. Sehingga para kader tidak lari kesana-kemari (konsentrasi di HMI). Menurut Maslow : dalam Hierarchical needs-nya kebutuhan akan aktualisasi diri menempati posisi teratas dalam kebutuhan manusia. Kebutuhan dicapai secara bertahap. Dimulai kebutuhan fisiologis sampai dengan kebutuhan akan harga diri. Salah satu kebutuhan akan tercapai jika kebutuhan sebelumnya terpenuhi. Salah satu tantangan pada perkaderan saat ini adalah bagaimana kader mengaktualisasikan potensinya di HMI. Empat kebutuhan awal yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan perasaan memiliki dan kebutuhan akan harga diri biasanya sudah dimiliki oleh kader pada zaman sekarang ini. Empat kebutuhan awal tersebut didapatkan pada saat dalam pendidikan keluarga. Kebutuhan aktualisasi kader akan tercapai jika dalam proses perkaderannya kader merasa teroptimalkan potensi dirinya
Kebesaran sebuah organisasi dimulai dari kesadaran seluruh anggotanya secara internal. Kesadaran untuk membesarkan organisasinya menjadi energi yang pertama dan utama yang harus dimiliki seluruh anggota. Adalah sangat mustahil untuk membesarkan organisasi jika kesadaran anggota sangat minim. Pembinaan internalisasi organisasi merupakan bagian terdepan yang menjadi perhatian penting. Pembinaan yang dilakuan berdasarkan pada konstitusi organisasi yang bersangkutan. Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Pedoman Pokok Organisasi, dan Pedoman Perkaderan HMI merupakan sebagian kecil panduan yang menjadi rambu acuan organisasi. Hanya dengan tetap berpegang teguh dan mengimplementasikannya, roda organisasi dapat berjalan dengan baik, lancar, dan berkesinambungan. Itulah yang semestinya dilaksanakan seluruh aktivis HMI.
Tuntutan akademis di bangku perkuliahan merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi kader HMI. Bagaimana caranya kader HMI dapat menyeimbangakan antara tuntutan organisasi dan tuntutan akademis. Hal ini sudah tentu akan mengganggu jalannya roda organisasi. Sungguh miris sekali apabila karena terlalu aktif dalam kegiatan HMI sehingga menyebabkan seorang mahasiswa sampai tidak lulus kuliah. Poin penting perkaderan dalam HMI adalah bagaimana seorang kader dapat melakukan perkaderan yang dimulai dari diri sendiri. Dibutuhkan kesadaran individu agar internalisasi nilai-nilai HMI dapat masuk meresap ke dalam jiwa tiap individu kader HMI. Dari hal inilah sebenarnya proses perkaderan dimulai. Perkaderan dimulai dari pribadi individu, kemudian baru menyebar ke orang lain dan masyarakat luas. Itulah tantangan-tantangan yang harus dihadapi dalam proses perkaderan di HMI. Hanya dengan meningkatkan kualitas kader HMI, maka HMI dapat mengambil peran positif dalam pembangunan nasional menuju tatanan masyarakat yang diridhoi Alloh SWT melalui pembentukan mahasiswa Islam yang berkualitas INSAN CITA.
Oleh : Akhirman (Ketua Umum HMI Cabang Kerinci)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !