Oleh : SAIFUL ROSWANDI ( Mantan Ketum HMI Cabang Kerinci )
Dalam surah al-baqarah ayat 31 dipertegaskan Tuhan "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka
bumi". Meski mendapat protes dari malaikat namun Tuhan mampu meyakinkan
bahwa manusia lebih pantas mengurus dan memakmurkan bumi. Salah satu
cara Tuhan meyakinkan malaikat dengan melakukan uji kelayakan (feet and
propertest) antara manusia versus malaikat.
Lalu Tuhan hadirkan kedua makhluk ciptaan
itu untuk diuji. Disaat ditanyakan kepada malaikat tentang pengetahuan
mereka soal bumi, malaikat menjawab "tidak satupun yang kami tahu,
kecuali apa yang Engkau ajarkan kepada kami".
Lalu Tuhan meminta Adam untuk
menyampaikan pengetahuannya tentang bumi, sembari menegaskan agar Adam
menyebutkan nama-nama (pengetahuannya) tentang bumi sebagaimana yang
telah Tuhan ajarkan. Dengan penuh keyakinan Adam sampaikan satu persatu
pengetahuannya. Mendengar jawaban dari Adam, malaikat langsung menyerah
dan mengakui bahwa Adam-lah makhluk Tuhan yang pantas tinggal di bumi.
Sejak itulah Adam mendapat "lisensi"
untuk mendiami bumi. Sebelum Adam menghuni bumi, terlebih dahulu
"dititipkan" di syurga. Hal itu dilakukan Tuhan agar Adam bisa
mentransformasikan "bentuk" syurga kebumi yang akan dihuninya.
Selama Adam berada di syurga dia diberi
kebebasan untuk menikmati indahnya Syurga. Namun sayang Adam sempat
lengah dan tergoda oleh setan sehingga melanggar aturan main di syurga
(setan membujuk Adam untuk memakan buah qoldi). Sejak itulah Adam
diturunkan dari syurga dan hidup di alam ciptaan Tuhan (bumi).
Dari ilustrasi Adam diatas, dapat disimpulkan, bahwa seorang khalifah (wakil
Tuhan di Bumi-Pemimpin) yang akan menghuni bumi adalah mereka yang
benar-benar memiliki pengetahun yang cukup. Dan pengetahuan itu tidak
sekedar pengakuan dari diri sendiri, namun ada pihak lain yang
mengakuinya setelah melalui uji kelayakan (Feet and propertest). Tanpa
pengetahuan, jangan pernah berharap bahwa bumi akan makmur diusur
manusia selaku khalifah.
Untuk itulah, dalam kaitannya dengan
demokrasi di Indonesia, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sudah sangat
sulit didapatkan. Hal itu disebabkan, mereka yang dipilih menjadi
pemimpin (baik di DPR dan di birokrasi) tidak memiliki pengetahun yang
cukup untuk mengurus bumi. Sebagian besar dari mereka sibuk mengurus
diri sendiri. Bahkan, ketamakkan dan kerakusan harta para politisi di
parlemen semakin merajalela (bersifat koruptif).
Kondisi itu juga dibenarkan oleh wakil
ketua KPK, Adnan Pandu Praja pada saat malam penganugerahan bagi
pemenang Festival Film Antikorupsi (Anti-Coruption Film
Festival-ACFFest) 2013 di XXI Epicentrum, Jakarta, Sabtu (14/12/2013).
Dia menyebutkan, “khusus Indonesia empat tahun berturut-turut rangking
teratas korupsi adalah DPR, Negara Lain tidak ada”.
Fakta itu sangat mengecewakan rakyat
Indonesia. Kenapa tidak? Semua anggota Dewan yang duduk di Parlemen
bukanlah jabatan yang turun dari langit. Semuanya tanpa terkecuali
dipilih langsung oleh rakyat. Namun kerja para wakil rakyat bukannya
menggurus rakyat yang telah memilihny. Bahkan ‘harta rakyat’ dalam
bentuk APBN dan APBD ‘dicuri’ untuk keuntungan pribadi, kelompok dan
golongan.
Begitupun para kepala daerah. Dari data
Kementerian Dalam Negeri mencatat sebanyak 309 kepala daerah di tanah
air terjerat kasus korupsi sejak pemilihan kepala daerah secara langsung
2005, baik itu sebagai tersangka, terdakwa maupun terpidana ( 18 okt 2013).
Anggota dewan dan kepala daerah sesuka
hati mengambil uang rakyat (korupsi), bahkan mencapai miliyaran rupiah
hingga triliunan rupiah. Sifat tersebut merupakan manifestasi dari sifat
‘setan’. Sebagaimana diketahui, setan memiliki sifat yang selalu
merugikan orang lain. Setan bertindak untuk menjerumuskan manusia
kelembah dosa dan berlaku tidak adil. Semua anggota dewan dan kepala
daerah yang diyakini hakim bersalah dan terbukti korupsi oleh
pengadilan, tidak lain merupakan ‘wakil setan’ yang kebetulan duduk di
parlemen maupun di birokrasi.
Dari fakta tersebut, apalagi yang bisa
diharapkan dari mereka yang tidak memiliki rasa tanggungjawab terhadap
rakyat yang telah memilihnya. Untuk itulah, kita sebagai rakyat kembali
memposisikan diri sebagai penentu kepemimpinan kedepan diera pemilihan
langsung. Rakyat harus jeli siapa yang akan dipilih. Apakah mereka yang
dipilih memiliki jiwa kepemimpinan (Khalifah) dan integritas yang kuat
atau tidak?. Rakyatlah yang bisa men-sortir-semua calon yang maju baik
di legislatif maupun eksekutif.
Jika rakyat juga ‘ikut-ikutan’ berlaku
seperti ‘sifat setan’ memilih karena menerima uang (suap), memilih
karena dibujuk materi, memilih karena sesuatu selain dari ridho Tuhan,
berarti setali tiga uang-lah rakyat selaku pemilih dengan yang
dipilihnya. “Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali mereka
sendiri yang akan merubahnya” (QS 13:11).
Diawali dengan gagasan atau fikiran.
Tanamlah gagasan, petiklah tindakan. Tanamlah tindakan, petiklah
kebiasaan. Tanamlah kebiasaan petiklah watak. Tanamlah watak, petiklah
nasib. Dimulai dari gagasan yang diwujudkan dalam tindakan, kemudian
tindakan yang dilakukan berulang-ulang akan menjadi suatu kebiasaan.
Kebiasaan yang dilakukan berkali-kali akan menjelma menjadi watak dan
watak inilah yang akhirnya mengantarkan kita kepada nasib. Jadi nasib
kita, kita sendirilah yang menentukan. Nasib kita ada ditangan kita
(Samuel smiles-penulis dan tokoh reformasi skotlandia).
Jika hari ini ketidakmakmuran dan
ketidaksejahteraan tidak didapatkan, tentu tidak terlepas dari cara
fikir kita, cara tindak kita dan kebiasaan kita yang menjadi watak pada
saat pemilihan pemimpin (caleg dan kepala daerah) diwaktu pemilu lalu.
Memilih pemimpin karena imbalan materi. Atau dugaan saya sudah menjadi
watak, jika memilih mesti mendapat imbalan uang. Jika kebiasaan itu
terus saja dilestarikan, jangan salahkan siapapun, jika kemakmuran di
bumi dan kesejahteraan rayat tidak pernah tercapai. Salahkan diri
sendiri yang memilih pemimpin karena materi. Sehingga ‘sakitnya’ hidup
baru dirasakan setelah para wakil rakyat menjelma menjadi ‘wakil setan’.
Untuk itu, pada pemilu 9 april 2014,
semua kita yang memiliki hak politik (hak suara), jangan lagi
menggunakan hak suara tanpa melihat secara jeli siapa yang akan mewakili
kita di parlemen. Lihat latar belakang mereka, pernahkan mereka (caleg)
berkorban untuk rakyat, berjuang bersama rakyat, menyuarakan
kepentingan rakyat, peduli kondisi rakyat. Jika tidak satupun yang
mereka (caleg) lakukan, maka belum pantas mereka mewakili kita di
parlemen. Memilih tidaklah melihat rupa (kaya atau miskin), tidaklah
melihat pangkat dan kedudukan, tapi lihatlah perjuanganya selamanya ini.
Karena seorang khalifah tidak pernah berhenti berjuang bersama rakyat untuk memakmurkan bumi.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !