HMI sebagai kategori akademis-sosiologis sesungguhnya mencakup mahasiswa muslim
Indonesia yang mencintai ilmu pengetahuan, bernafaskan Islam, dan tanggung
jawab keumatan dan kebangsaan, sebagai mana tersurat dalam pasal 4 AD HMI. Oleh
karena itu, sikap kader HMI mesti
inklusif, koperatif, dan supportif terhadap organisasi kemahasiswaan yang
lain. Bersaing dalam merekrut anggota itu adalah hal yang biasa dalam
mengembangkan organisasi. Tetapi, dalam konteks Gerakan, mitra tradisional terdekat kita adalah PMII
dan IMM, dan setelah reformasi muncul
KAMMI dengan semangat spiritualnya.
Secara formal PT memberikan status kemahasiswaan dan
khazanah keilmuan, namun dalam hal pengembangan diri, kita menemukan tempat
dilingkungan HMI. Teori dan praktek kepemimpinan, keterampilan komunikasi lisan
maupun tulisan kita dapatkan dan ciptakan lewat forum HMI. Yang juga paling
kita rasakan adalah terbentuknya peluang untuk menjalin relasi dengan aktivis
mahasiswa di luar STAIN Kerinci dan tokoh-tokoh nasional maupun daerah.
HMI dikenal memiliki tradisi pengembangan
intelektual yang kuat, prestasi ini mesti dipertahankan. Aktivisme dan intelektualisme
dijaga keseimbangannya sehingga ketika merintis karir tidak hanya mengandalkan
perkoncoan sesama warga Himpunan, melainkan lebih menyandarkan diri pada
kualitas pribadi. Hal ini sangat sering terjadi di diri kita selaku warga
himpunan dan penting untuk digarisbawahi mengingat salah satu penyebab
merebaknya korupsi dan busuknya birokrasi kepartaian maupun pemerintahan
diakibatkan oleh kolusi yang berakar pada perkoncoan sealmamater, seangkatan
maupun seorganisasi.
Berdasarkan pengalaman pengamatan saya pada kalangan
profesionalisme dan eksekutif,
persaingan karir semakin tajam dan membutuhkan skill tinggi. Ikatan mereka
tidak cukup mengandalkan teman sesama almamater ataupun organisasi
kemahasiswaan. Apalagi akhir 2015 kita memasuki era pasar bebas ASEAN, tentunya
persaingan membutuhkan profesionalisme
dan skill yang tinggi.
Jadi, peta dan jejaring sosial kemahasiswaan hari
ini sudah mengalami perubahan dan perkembangan signifikan. Bahkan yang berhak
menyandang predikat sebagai mahasiswa tidak lagi didominasi oleh mahasiswa
strata satu, tetapi juga ada strata dua dan tiga, dengan problem dan kualitas
akademik yang berbeda. Gerakan mahasiswa yang dulu menggunakan senjata
pamungkasnya berupa demonstrasi massal di jalan raya, sekarang tidak lagi
populer. Forum media publik, terutama televisi dan surat kabar, dianggap media
paling efektif untuk menyampaikan kritik karena akan didengar oleh masyarakat
luas dan juga oleh pemerintah. Berdasarkan obrolan sepintas yang sering saya
dengar dari masyarakat, beramai-ramai turun kejaran raya hanya akan mengundang
sinisme masyrakat dan pengguna jalan. Dan yang lebih miris lagi kita dianggap
dimanfaatkan oleh kepenting-kepentingan yang sifatnya pribadi.
Sebagai Perguruan Tinggi Negeri, berdasarkan
pengamatan saya, STAIN Kerinci termasuk Perguruan Tinggi Negeri yang diminati
oleh calon mahasiswa baru. Tentu ini sebuah prestasi dan sekaligus tantangan
untuk memenuhi harapan masyarakat. Dalam kaitan ini para aktivis mahasiswa
mestinya memberikan contoh, baik dalam intelektual, moral maupun kepemimpinan.
HMI, PMII, IMM, dan KAMMI haruslah lebih terpanggil untuk membantu para
anggotanya agar menjadi sarjana yang berkualitas untuk menjunjung tinggi nama
baik almamaternya. Kampus merupakan civitas
academica, bukan civitas politca.
Mahasiswa belajar politik bukan untuk kepentingan politik jangka pendek, tetapi
sebagai bagian dari kajian akademik, moral dan proses pembentukan pribadi.
Organisasi Kemahasiswaan di kampus STAIN Kerinci
saat ini masih terasa kental imbas psikologis
euphoria demokrasi yang bergulir setelah turunnya presiden soeharto.
Bermunculanlah Partai Mahasiswa dengan jabatan Presiden serta Menteri, layaknya
sebuah negara. Suasana bising dan manuver
politik praktis di luar telah merembes ke kampus, termasuk manuver
radikalisme-terorisme. Semua ini tidak sehat dan mesti difilter dan
ditertibkan. Mahasiswa perlu belajar demokrasi secara sehat dan konseptual,
bukan perpanjangan emosional dan pragmatis dari kekuatan politik di luar
kampus. Aktivis HMI seyogyanya dari dulu memiliki etos civitas academica ini. Kedepan, entah berapa tahun lagi, diharapkan
posisi dan eksistensi STAIN Kerinci lebih kuat dan memiliki wibawa intelektual
di Kerinci-Sungai Penuh ini. Bukan sebaliknya.
Yakin
Usaha Sampai!!!
Yakinkan
dengan iman
Usahakan
dengan ilmu
Samapaikan
dengan amal
By
:
AKHIRMAN
(Mantan Ketua Umum HMI Cabang Kerinci
Periode 2013-2014)
Dipostkan
oleh:
Lembaga Pers Mahasiswa Islam
Himpunan Mahasiswa Islam
Cabang Kerinci
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !